JAKARTA - Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari menilai temuan Pusat
Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi mencurigakan dan rekening gendut 18 anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR merupakan tekenan terhadap lembaga penegak hukum terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, meski telah ditenemukan kejanggalan dalam berbagai transaksi milik Banggar DPR namun, PPATK tidak memiliki Undang-Undang (UU) melakukan penyidikan. Sehingga kata Eva, temuan tersebut sangat bergantung pada lembaga penegak hukum.
“Memang UU membatasi PPATK Indonesia hanya sebatas analisis (menyelidiki) doang, tanpa kuasa penyidik. Jadi nasib temuan PPATK memang tergantung ditindaklanjuti penyidik apa gak,” ungkap Eva kepada Okezone, Jumat (4/1/2013).
Apalagi pada periode sebelumnya PPATK pernah mengeluh kepada Komisi III DPR karena temuannya tidak pernah digubris oleh lembaga penegak hukum meski sangat jelas menunjukkan adanya kejanggalan dalam transaksi tersebut.
“Ini pernah blunder di periode lalu, masukan PPATK gak dianggep penyidik manapun sehingga ngeluh ke Komisi III,” kata anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara itu.
Bagi dia, tak heran jika temuan PPATK saat ini dipublikasikan ke masyarakat agar lembaganya tidak disalahkan kembali terkait temuan itu. Sehingga kata dia, temuan itu bisa mendapat respons cepat dari lembaga penegak hukum.
“Mereka sekarang ganti strategi, hasil analisis di publikkan sebagai tekanan ke penyidik. Ini bisa dipahami sebagai bagian strategi lapanan ke publik atas kinerja mereka. Sehingga bola ada di penyidik, PPATK sudah ada outputnya tapi dampak kerja atas pemberantasan tipikor amat ditentukan penyidik. Ini beda dengan PPATK Filipina yang bisa langsung menyidik (wewenang seperti kejaksaan),” ucapnya.
Menurut dia, hasil telaah PPATK itu secara otomatis sudah diteruskan kepada penegak hukum. Oleh sebab itu, dia berharap DPR juga mendesak para penyidik penegak agar menindaklanjutinya.
“Otomatis mereka kirim ke semua penyidik, tapi mana yang nyaut itu di luar kontrol mereka. Yang bisa membantu nge-push harusnya DPR ke para penyidik karena kekuatan memaksa DPR untuk 'dijawab' dan 'maksa' (melalui pengawasan/budget). Tapi tidak menutup kemungkinan pengawasan oleh sipil,” pungkasnya.
(hol)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !