
"Belum ada permintaan. Namun apabila masyarakat ingin menyampaikan laporan atau informasi kepada PPATK mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang, silakan saja," kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso saat dihubungi, Jumat (12/10/2012).
Pelaporan masyarakat ini diatur dalam Pasal 44 ayat 1 huruf (f) UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Laporan kepada PPATK adalah tentang dugaan TPPU, tindak pidana asalnya adalah sebagaimana diatur di Pasal 2 UU TPPU, antara lain korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika," terangnya.
Desakan agar rekening hakim Imron dkk diperiksa datang dari Kaukus Masyarakat Peduli Anak dari Kejahatan Narkoba. Kaukus meminta Komisi Yudisial (KY) untuk menyelidiki transfer keuangan lewat bantuan PPATK pada rekening hakim Imron.
Menanggapi desakan itu, Agus menjelaskan PPATK dengan KY telah memiliki nota kesepahaman sejak 2007. "Selama ini sudah terjalin kerjasama yang baik antara lain penelusuran rekam jejak keuangan calon hakim agung dalam proses seleksi pengisian jabatan," tutur Agus.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) MA membatalkan hukuman mati atas putusan kasasi. Pertama dijatuhkan kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin yang bebas dari hukuman mati menjadi penjara 12 tahun. Adapun kasus kedua, MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara.
"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM," tulis salinan PK yang ditandatangani Imron Anwari selaku ketua majelis hakim agung.
Hakim yang Hukum Mati Sindikat Narkoba Minta KY Periksa Imron Dkk
"Kita harus curiga sama hakim-hakim seperti Pak Imron, ada apa di balik putusan ini? Pasti kalau ada peringanan hukuman, pasti ada sebabnya. Untuk itu KY harus cari tahu penyebabnya," ungkap akademisi yang juga mantan hakim, Asep Iriawan, saat berdiskusi dengan detikcom, Jumat (12/10/2012).
Ia menambahkan, bahwa alasan Imron yang membawa-bawa HAM bertentangan dengan hukuman mati sangatlah tidak tepat. Terlebih, alasan Imron yang mengaitkan bahwa hukuman mati bertentangan dengan UUD 1945. Dia menjelaskan, yang berwenang mempertentangkan UUD 1945 dengan UU lain adalah wewenang hakim MK.
"Jika itu bertentangan sekalian saja dia bawa Presiden dan DPR ke pengadilan karena membuat UU yang bertentangan dengan hukuman mati," ucapnya.
Asep menjelaskan, efek dari banyaknya peringanan hukuman kasus narkoba di Indonesia akan memberi dampak besar. Bahkan, dengan adanya obral 'diskon; ini membuat para pelaku kasus narkoba semakin membludak.
"Dampak ringannya hukuman para terpidana narkoba, ya orang semakin banyak bikin pabrik ekstasi," canda Asep mengakhiri pembicaraan.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) MA membatalkan hukuman mati atas putusan kasasi. Pertama dijatuhkan kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin yang bebas dari hukuman mati menjadi penjara 12 tahun. Adapun kasus kedua, MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara.
(asp/nrl)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !