Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
JAKARTA
- Pemerintah terus menggodok usulan honorarium saksi perwakilan partai
politik (parpol). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi
mengatakan honor saksi parpol tergantung pertimbangan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono untuk mengeluarkan peraturan presiden.
Menurut
Gamawan, perwakilan pemerintah dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
sudah melakukan sejumlah pertemuan membahas honorarium mitra pengawas
pemilu, termasuk honorarium saksi parpol. Namun, belum ada kesepakatan
final antara pemerintah dengan Bawaslu terkait honorarium saksi
tersebut. "Baru akan dan akan saja, belum tahu tindak lanjutnya gimana," kata Gamawan, Rabu (29/1).
Menurutnya,
pembahasan dengan Bawaslu masih di tingkatan staf kementerian yang
hasilnya akan dilaporkan ke menteri terkait dan diajukan ke Presiden
SBY. “Barulah ada kepastian ditunda atau dilanjutkan.”
Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto
menegaskan, sesuai amanat undang-undang, maka harus ada saksi di setiap
tempat pemungutan suara (TPS). Ia juga mengatakan, dana untuk saksi
parpol sudah dirundingkan bersama dengan Komisi II DPR.
Pihaknya
pun juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu,
dan KPU terkait hal tersebut. "Mereka sepakat, dan koordinasinya di
tempat saya," katanya.
Djoko mengatakan, kebutuhan saksi ini
penting karena, berkaca pada pemilu sebelumnya, tak banyak parpol yang
mengirimkan saksi sehingga muncul banyak kecurigaan. "Untuk menjaga
lepas dari pro-kontra, agar tidak kisruh, kita jaga dari ujungnya, dari
TPS. Bahwa saksi itu harus sah," katanya.
Komisioner Bawaslu
Nasrullah menilai anggaran saksi untuk parpol itu perlu ada kebijakan
politis yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. "Perdebatannya
bagaimana cara untuk memfasilitasi anggaran saksi parpol jika tidak ada
payung hukum," ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam rapat koordinasi
di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, ada pendapat
untuk menjaga pelaksanaan pemilu aman saat ini dan di kemudian hari.
Berdasarkan
hal itu, menurut dia, ada usulan perlu kesepahaman antarparpol dan
perlu payung hukum. "Kedua, pembahasan terkait mitra petugas pengawas
lapangan (PPL), prinsipnya harus dipenuhi pada level di TPS," katanya.
Namun,
menurut dia, mitra PPL tidak diatur secara terperinci dalam
undang-undang, padahal itu harus ada payung hukumnya. Karena itu, lanjut
dia, Bawalu meminta agar ada komitmen antarparpol yang dibangun terkait
dana saksi dalam Pemilu 2014. "Jadi, antarparpol dan parlemen bisa
membangun komitmen itu, paling tidak di Komisi II," katanya.
Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, pada setiap
pelaksanaan pemilu dan pemilukada sering terjadi praktik yang merugikan
salah satu pihak. Hal itu terjadi karena tidak ada pengawas Bawaslu di
tiap TPS. "Petugas TPS tidak ada yang mengawasi sehingga akhirnya
praktik kecurangan selalu terjadi dan gugatan di MK (Mahkamah
Konstitusi) menumpuk," katanya.
Komisi II, menurut dia, ingin
menekankan penguatan pengawasan di tiap TPS. “Karena itu, (kebijakan
tersebut) perlu didukung dalam sisi kebijakan dan anggaran,” katanya. n
antara ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Redaktur |
: |
Maman Sudiaman |
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !