Headlines News :
resize
STOP Corruption, mulai dari kita. Sekarang !!Dewan Pelaksanan Cabang Clean Governance Lamongan. Against Corruption
Home » » Arisan korupsi, arisan partai dan birokrasi

Arisan korupsi, arisan partai dan birokrasi

Written By Unknown on Monday, February 4, 2013 | 9:39 PM


Arisan korupsi, arisan partai dan birokrasi
 


Istilah arisan korupsi yang dilontarkan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, membenarkan anggapan bahwa tidak ada partai politik, atau tepatnya pengurus partai politik y
ang tidak terlibat korupsi. Jika saat ini seakan tidak terlibat, itu hanya menunggu nasib apes saja.

Ya nasib, karena kemampuan KPK untuk menangkap pelaku korupsi di lingkungan elit politik sangat terbatas. Jika pun tidak terus digerogoti DPR dan Mabes Polri, kekuatan KPK tetap tidak sebanding dengan maraknya korupsi. Maaf, hanya KPK yang disebut, karena polisi dan kejaksaan nyaris tidak pernah sukses menangani kasus korupsi.

Namun sungguh tidak adil, jika maraknya korupsi di negeri ini semata dibebankan kepada partai politik, khususnya partai yang mendudukkan kadernya di lembaga legislatif maupun eksekutif. Sebab, mereka tidak bergerak sendiri. Ada pihak lain yang ikut mendorong, membantu dan memfasilitasi, bahkan menanggung beban jika kelak bermasalah.

Sebagai pengambil kebijakan dan pembuat keputusan, para politikus memang memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan ada-tidaknya korupsi. Tetapi lingkungan yang melingkupinya bisa membuat mereka tidak berkutik. Korupsi bagaikan oli mesin birokrasi, sehingga tidak lancar pasokannya, mesin bisa cepat panas dan macet.

Ini cerita Lebaran 2010 di sebuah kementerian besar. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kementerian itu menyelenggarakan acara halal bi halal untuk seluruh pegawainya. Setelah bersalam-salaman, sang menteri, yang belum genap setahun menjabat, menyampaikan sambutan, lalu mengundang pegawai untuk berbicara.

"Pak Menteri, kok kali ini tidak ada uang lebaran. Biasanya dapat. Yang di atas mungkin sudah tidak perlu, karena pendapatan sudah cukup, tapi kami yang di bawah, masih butuh. Kami tidak bisa pulang kampung karena tidak ada ongkos," kata seorang pegawai yang disetujui kolega-koleganya.

Ini protes langsung kepada menteri. Sebab menteri baru itu yang melarang pembagian amplop lebaran kepada pegawai di lingkungan kementeriannya, karena uang tambahan lebaran itu memang tidak ada di pos anggaran kementerian.

Jika selama ini ada, uang itu diambil secara tidak sah, meskipun bisa lolos dari pemeriksaan BPK. Mulai dari mengumpulkan uang kecil, misalnya dengan menambah peserta perjalanan dinas dari yang senyatanya; sampai dengan mematok uang besar, seperti mendapatkan kick back dari pemenang tender.

Menteri tahu hal itu, karena dia mendapatkan keterangan dari para pejabat di lingkungan kementeriannya, saat menelisik praktek pemberian amplop lebaran. Bagi para birokrat, itu tidak masalah karena secara administrasi keuangan bisa diatasi.

Namun sebagai menteri baru, itu masalah besar. Sebab korupsi bukan soal mengakali peraturan keuangan, tetapi soal mental. Oleh karena itu tanpa pikir panjang, menteri melarang praktik bagi-bagi amplop lebaran tersebut.

Tapi protes itulah yang datang saat acara halal bi halal. Sesungguhnya bukan protes itu yang dikhawatirkan sang menteri, tetapi ancaman di baliknya, yakni macetnya mesin birokrasi. Sebab, perbincangan amplop lebaran terus menghangat. Para pegawai menuntut kepastian bahwa lebaran yang akan datang amplop datang lagi.

Akhirnya sang menteri tutup mata, dan praktek korup yang sudah menahun berjalan kembali. Yang kecil-kecilan bisa diatasi dengan permainan administrasi laporan keuangan, yang besar-besar hanya butuh kongkalikong dengan sedikit kehati-hatian. Kampanye antikorupsi yang dicanangkan pemerintah pun hanya jadi slogan.

Karena praktek korupsi berjalan normal, maka kader-kader partai politik lalu berdatangan. Meskipun sang menteri tidak tercatat sebagai kader partai politik tertentu, bukan berarti tidak ada kader partai politik yang berdatangan. Justru karena dia tampak nonpartisan, maka semua kader partai politik pun berdatangan.

Yang dilakukan sang menteri hanyalah sebatas menjauhkan dirinya dari libatan korupsi. Jika tidak bisa mencegah, setidaknya diri sendiri tetap tampak bersih. Oleh karena itu, kader-kader partai politik diminta untuk menghubungi pejabat berwenang di bawahnya. Tentu saja bagi para pejabat ini adalah perintah untuk menyukseskan permintaan para kader partai politik. Perintah yang sudah ditunggu-tunggu.
[tts]
 
 
Penulis : Didik Supriyanto
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

gif animator

Jangan Lewatkan

Popular Posts

Followers

 
Support : Creating Website | SMI Template | Suara Lamongan Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. suara lamongan - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Sentra Media Informatika