Pemilu 2014
JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian diminta melakukan penyelidikan terkait program Sistim Informasi Parpol (Sipol) serta Sistem Informasi Pendaftaran Pemilih (Sidalih) yang dibiayai oleh International Foundation For Elektoral Systems (IFES).
“Kedua model itu diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa memiliki dasar hukum. Patut diduga, melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD,” ujar Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar dalam pernyataan pers yang diterima Tribun, Sabtu (26/1/2013).
IAW kemudian menduga, program Sipol dan Sidalih adalah model tak patut yang diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu).
“Kedua program ini model yang awalnya bermula sekedar proyek godokan tim prakarsa Jakarta. Dimotori peneliti LIPI yang juga mantan komisioner KPU). Kemudian, mantan komisioner KPU dari hasil pembiayaan IFES,” paparnya.
Junisab kemudian menjelaskan, proyek swasta asing diduga direkomendasikan dengan maksimal oleh komisioner KPU untuk digunakan dalam tahapan Pemilu yang dilaksanakan KPU.
KPK menurut Junisab, harus segera memeriksa, mengapa model aplikasi Sipol dan Sidarli yang dibiayai oleh negara atau lembaga asing minimal tidak dengan pembiayaan APBN bisa direkomendasikan dua orang Komisioner KPU diterapkan dalam pelaksanaan tahapan Pemilu 2014.
“Siapa Komisioner KPU yang menyimpangkan kewenangannya melanggar atau melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012,” tegasnya.
JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian diminta melakukan penyelidikan terkait program Sistim Informasi Parpol (Sipol) serta Sistem Informasi Pendaftaran Pemilih (Sidalih) yang dibiayai oleh International Foundation For Elektoral Systems (IFES).
“Kedua model itu diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa memiliki dasar hukum. Patut diduga, melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD,” ujar Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar dalam pernyataan pers yang diterima Tribun, Sabtu (26/1/2013).
IAW kemudian menduga, program Sipol dan Sidalih adalah model tak patut yang diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu).
“Kedua program ini model yang awalnya bermula sekedar proyek godokan tim prakarsa Jakarta. Dimotori peneliti LIPI yang juga mantan komisioner KPU). Kemudian, mantan komisioner KPU dari hasil pembiayaan IFES,” paparnya.
Junisab kemudian menjelaskan, proyek swasta asing diduga direkomendasikan dengan maksimal oleh komisioner KPU untuk digunakan dalam tahapan Pemilu yang dilaksanakan KPU.
KPK menurut Junisab, harus segera memeriksa, mengapa model aplikasi Sipol dan Sidarli yang dibiayai oleh negara atau lembaga asing minimal tidak dengan pembiayaan APBN bisa direkomendasikan dua orang Komisioner KPU diterapkan dalam pelaksanaan tahapan Pemilu 2014.
“Siapa Komisioner KPU yang menyimpangkan kewenangannya melanggar atau melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012,” tegasnya.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !