
"Boleh. Nggak ada masalah. Yang penting kan dari sistem peradilan pidana yang ada ini, kita harus hormati sistem yang ada. Selagi tidak melanggar ketentuan yang ada, ya nggak ada masalah," kata Karo Penmas Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di diskusi KPK Vs Polri di Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10/2012).
Menurut dia, kasus Novel diusut karena ada pengaduan.
Boy menegaskan Polri juga terus mengusut kasus-kasus lama. "Bukan nggak terselesaikan. Semuanya di proses. Munir diproses loh. Ada proses hukumnya jangan dibilang nggak ada proses hukum nanti menyesatkan masyarakat," ujar dia.
Novel diduga menganiaya dengan menembak pencuri sarang burung walet pada 2004 lalu. Novel, menurut pihak KPK tidak pernah melakukan penembakan. Dia pun sudah ditegur, dan saat itu tetap menjabat sebagi Kasat Reskrim.
Kompol Novel, dari Menangkap Bupati Sampai Memeriksa Jenderal Polisi
Demi melindungi penyidiknya, Kompol Novel Baswedan, pimpinan KPK pasang badan dari upaya penjemputan paksa oleh petugas Polri. Sepak terjang sang penyidik itu memang cukup mengesankan dalam menjalankan tugasnya.Nama Novel sebenarnya tidak begitu asing, setidaknya bagi para majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang pernah beberapa kali akrab dengan namanya. Para kuasa hukum pekara yang ditangani KPK, pernah meminta penyidik dihadirkan, dan Novel setidaknya dua kali hadir.
Novel juga beberapa kali terlibat dalam upaya penggeledahan atau tangkap tangan. Dia merupakan penyidik yang terlibat dalam penangkapan bupati Buol Amran Batalipu, yang mana proses operasi itu diwarnai dengan penghadangan oleh puluhan pendukung Amran.
Novel yang saat itu mengendarai motor untuk melakukan pengejaran, bahkan sempat akan ditabrak oleh romobongan Amran. Beruntung dia bisa menghindar, sedangkan motornya ringsek.
Tak hanya itu saja, Novel adalah penyidik KPK yang dengan keras menghadang upaya penghentian penggeledahan KPK di markas Korlantas bulan Juli lalu. Padahal kala itu, dia harus berhadapan dengan perwira Mabes Polri berpangkat Kombes.
Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas. Perdebatan pun terjadi. Ada informasi yang menyebutkan sejak itu, nama Novel masuk dalam daftar incaran.
Dan pada Jumat kemarin, Novel adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan langsung kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM. Seorang perwira menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif bintang dua.
"Novel ini salah satu yang memeriksa langsung DS siang tadi," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Sabtu (6/10/2012) dinihari.
"Dia merupakan salah satu penyidik terbaik KPK," sambung Bambang.
Novel & Keluarganya Harus Kembali Hidup Normal, Jangan Ada Intimidasi!
Menyikapi soal Novel itu, anggota Komisi III DPR Indra SH berharap agar Novel dan keluarganya diberi jaminan keamanan agar bisa kembali hidup seperti sedia kala, sebelum ada insiden pasukan polisi ke KPK.
"Novel harus terus melanjutkan tugasnya untuk menyidik kasus simulator SIM. Jangan lagi ada intimidasi kepada Novel atau keluarganya," terang Indra, Kamis (11/10/2012).
Setelah Presiden SBY berbicara, seharusnya Novel dan keluarga bisa kembali tenang. Tak perlu lagi bersembunyi dan menyimpan kekhawatiran akan ada ancaman.
"Seharusnya tidak ada lagi intimidasi dalam bentuk apapun kepada Novel atau keluarganya. Karena menurut saya sikap atau instruksi presiden jelas," terang Indra.
Informasi soal keberadaan Novel dan keluarganya memang dirahasiakan juru bicara KPK Johan Budi. Pastinya Johan menegaskan, Novel dan keluarganya dalam tempat yang aman. Pihak Polri juga sudah menjaminnya.
Ini Hasil Investigasi Pengacara Soal Kasus Novel di Bengkulu pada 2004
Tim kuasa hukum Novel Baswedan melakukan investigasi dugaan kekerasan yang terjadi pada 2004 terhadap pencuri sarang burung walet. Tim yang diketuai Haris Azhar ini menegaskan bahwa Novel tidak ada di lokasi saat penembakan terjadi.Dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jl Borobudur, Jakarta, Jumat (12/10/2012) disampaikan Haris bahwa laporan yang disampaikan tim kuasa hukum ini masih bersifat sementara.
"Untuk keperluan keamanan, maka sumber dan lokasi yang dikunjungi dirahasiakan dilaporan ini, kecuali untuk pihak otoritas hukum yang memiliki kesesuaian atas fakta dan temuan, sebagaimana nanti akan disebutkan di dalam kesimpulan laporan ini. Laporan ini masih bersifat laporan sementara, mengingat upaya pengumpulannya mengalami hambatan ketertutupan informasi dari sejumlah pihak," jelas Haris.
Kompol Novel Basewedan yang saat itu menjabat Kasat Reskrim di Polres di Bengkulu, diduga melakukan penganiayaan melalui tembakan terhadap 6 orang yang diduga melakukan pencurian sarang burung wallet di kota Bengkulu, pada 18 Februari 2004.
"Laporan ini terdiri dari beberapa bagian; pertama, peristiwa 18 Februari 2004; kedua, respons atas penanganan hukum dari polisi; ketiga, upaya pengungkapan kembali yang diperkirakan dimulai sejak awal September 2012; keempat, temuan/kesimpulan pelanggaran HAM; terakhir, rekomendasi," urai Haris.
Berikut laporan lengkapnya:
I. Peristiwa 18 Februari 2004
1. Peristiwa ini terjadi pada 18 Februari 2004 dikota Bengkulu. Peristiwa diawali dengan adanya dugaan tindak kriminal yang dilakukan oleh 6 orang (sesuai informasi polisi).
2. Sdr. Novel baru menjabat Kasat Reskrim Polresta Bengkulu selama 4 hari pada saat kejadian.
3. Pada malam kejadian, Sdr. Novel, dan beberapa anggotanya sedang melakukan ekspose perkara korupsi di ruangan Kasat Reskrim (Sdr. Novel).
4. Setelah ekspose, menjelang apel malam sekitar jam 9, ada informasi dari piket reskrim bahwa ada pelaku pencurian burung walet yang terjebak di dalam gedung walet dan tertangkap tangan oleh masyarakat.
5. Selanjutnya seluruh personil yang ikut apel malam di minta oleh Sdr. Novel agar pergi ke TKP untuk membantu mengamankan TKP dan tersangka. Saat itu piket reskrim yang ke TKP yaitu MT, S, K, WK, D, R dan K. Sdr. Novel sendiri saat itu tidak berangkat ke TKP.
6. Di TKP, seluruh tersangka (6 orang) dan BB kemudian diamankan dan selanjutnya di bawa ke Mapolres. Saat di TKP, petugas reskrim juga menghubungi Sdr. Aliang selaku pemilik sarang butung walet dan memintanya untuk datang.
7. Di markas Polresta, ke 6 tersangka mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh hampir seluruh personil Polres yang ada saat itu. Keenam tersangka tersebut selanjutnya diperiksa oleh piket Reskrim. Keenam tersangka tersebut kemudian di periksa (BAP) oleh piket reskrim.
Saat pemeriksaan, keenam tersangka mengalami tindakan kekerasan oleh beberapa anggota reskrim. Selain itu, pada malam itu hampir seluruh perwira Polresta Bengkulu datang ke Mapolres (Kapolres/ MTS, Wakapolres, Kabagops, dll).
8. Pada saat pemeriksaan oleh piket reskrim, ada kesepakatan dari tim buser (saat itu dipimpin oleh Sdr. AS) untuk dilakukan pengembangan. Selanjutnya ada pembagian tugas, sebagian piket melakukan pengembangan ke tempat lain dan sebagian membawa ke enam tersangka ke pantai (Nama Lokasi Pantai adalah Taman Wisata Alam Pantai Panjang). Personiel yang ikut ke pantai bersama para tersangka yaitu Sdr. MT beserta anggota piket reskrim, serta Sdr. AS dan seluruh anggota buser. Sedangkan Sdr. Novel, Sdr. YS, dan beberapa orang lainnya belakangan menyusul tim yang menuju pantai. Novel datang ke lokasi penembakan, dipantai, bersama 4 orang lainnya.
9. Sesampainya di pantai, Sdr. Novel dan salah satu rekan semobilnya turun dari mobil untuk bergabung dengan tim yang sudah dahulu sampai. Ketika baru turun, mendengar ada teriakan "ada yang lari-ada yang lari" yang berasal dari pantai dan selanjutnya terdengar tembakan bersahutan. Setelah situasi reda, ternyata ke 6 tersangka mengalami luka tembak di bagian di kaki. Dikarenakan situasi yang gelap, tidak ada yang tahu siapa yang menembak siapa.
Selanjutnya Sdr. Novel memerintahkan ke enam tersangka dibawa ke rumah sakit Bhayangkara untuk dilakukan pengobatan. Dilokasi sudah ada 4 mobil buser dan puluhan polisi termasuk polisi dari kantor Polsek yang berada di dekat pantai.
10. Setelah dilakukan pengobatan, ke enam tersangka selanjutnya dibawa kembali ke Mapolresta Bengkulu. Saat di Mapolres, ke enam tersangka kembali dilakukan pemeriksaan dan juga kembali mengalami tindakan kekerasan yang berlebihan. Salah satu tersangka (Mulyan Johan/Aan (alm)), sampai jatuh dari anak tangga di lantai 2 ke lantai 1. Beberapa anggota piket kemudian mengangkat tersangka Mulyan, karena ybs sudah tidak bisa berdiri lagi.
Selanjutnya anggota piket membawa tersangka Mulyan ke rumah sakit Bhayangkara dengan menggunakan mobil buser.
II. Respons dan Penanganan Hukum oleh Polisi
1. Besok harinya, tersiar kabar bahwa tersangka Mulyan meninggal dunia di rumah sakit Bhayangkara. Selanjutnya setelah apel pagi, seluruh anggota Reskrim diberikan arahan oleh Kapolresta dan dihadiri oleh beberapa pejabat Polresta lainnya. Saat itu Kapolres meminta kepada Sdr. Novel untuk mengurus adminitrasi penyidikan dan pemberkasan perkara pencurian tersebut, serta pengurusan jenazah tersangka Mulyan. Sdr. Novel selanjutnya menemui keluarga korban dan selanjutnya bersepakat melakukan perdamaian dengan keluarga korban yang menerima kejadian tersebut.
Surat perjnajian perdamaian kemudian dibuat antara Sdr. Novel mewakili Kapolres dengan keluarga korban yang salah satu isinya keluarga korban tidak mengajukan keberatan baik pidana ataupun perdata atas meninggalnya tersangka Mulyan.
Berdasarkan surat perdamaian tersebut, akhirnya tidak dilakukan proses pidana atas kejadian meninggalnya tersangka Mulyan.
2. Pada 19 Februari 2004, keluarga dihubungi pihak kepolisian dan meminta orangtua ke Polda Bengkulu. Di polda disampaikan informasi bahwa Aan telah meninggal dunia. Keluarga diminta untuk tidak menuntut. Keluarga disuruh pulang dan menunggu dirumah. Tidak ada autopsi. Jenazah di dalam peti dan tidak boleh dibuka. Kasat saat itu Novel menyakinkan keluarga akan mengusut secara tegas yag terlibat dalam pembunuhan tersebut. Novel memberikan santunan. Novel pun sempat ke keluarga Aan dalam beberapa hari kemudian.
Sedangkan profil Aan adalah instruktur fitness 'Geronimo'. Dia juga atlit binaraga. Lokasi wallet ada dilantai 3 tempat fitness tersebut. Keluarga menyangsikan bahwa Aan terlibat pencurian. Saat ini gedung yang menjadi lokasi pencurian dan tempat sarang walet tersebut sudah beralih tangan dan fungsi menjadi Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Belum dapat informasi dari sekitar gedung tersebut mengenai peristiwa 2004.
3. Setelah itu, perkara meninggalnya tersangka Mulian tersebut diproses pelanggaran kode etiknya oleh Bid Propam Polda Bengkulu. Sebagaimana informasi yang kami dapat, atas kesepakatan para 2 pejabat utama Polda dan 1 pimpinan Polres kota Bengkulu, diambil jalan tengah dan disepakati uraian kejadian meninggalnya tersangka Mulian adalah sebagai berikut: Setelah dilakukan penangkapan terhadap 6 tersangka, tersangka Mulyan dipisahkan tersendiri dan dibawa untuk dilakukan pengembangan.
Saat dilakukan pengembangan tersangka Mulyan berusaha melarikan diri dan selanjutnya petugas melakukan upaya pengejaran dan pelumpuhan yang menyebabkan tersangka Mulyan tertembak dan terjatuh. Ketika terjatuh, kepala tersangka Mulyan terkena batu yang kemudian mengakibatkan tersangka Mulia meninggal dunia. Tempat Kejadian Perkara meninggalnya tersangka Mulian pun dilakukan perubahan, dimana ybs dinyatakan tertembak dan terjatuh di tidak suatu tempat (bukan di pantai dan di kantor polres). Laporan peristiwa meninggalnya Aan direkayasa dengan menyatakan bahwa lokasi penembakan terjadi dijalan Mangga 4 Lingkar Timur RT 19/06 dengan dalih Aan berusaha melarikan diri.
4. Atas kesepakatan para pejabat utama juga, saat itu Sdr. NOVEL diminta untuk bertanggung jawab atas perbuatan dari anggotanya. Selanjutnya Sdr. Novel dan beberapa anggota Reskrim akhirnya di sidang dispilin/kode etik dan dikenakan hukuman teguran keras. Setelah terbitnya vonis tersebut, perkara tersebut dinyatakan selesai.
(ndr/nvt)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !