Headlines News :
resize
STOP Corruption, mulai dari kita. Sekarang !!Dewan Pelaksanan Cabang Clean Governance Lamongan. Against Corruption
Home » » Menkum HAM: Fee Kurator Tidak Wajar

Menkum HAM: Fee Kurator Tidak Wajar

Written By Unknown on Saturday, February 16, 2013 | 3:37 AM

 
  JAKARTA  - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menegaskan fee kurator yang dibebankan ke Telkomsel senilai Rp146,808 miliar memang tidak wajar mengingat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu tidak jadi pailit.


"Keputusan Mahkamah Agung (MA) jelas menyatakan Telkomsel tidak pailit alias membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Jadi, tidak ada pailit di sini. Tidak ada pihak yang pailit. Telkomsel tidak pailit. Oleh karena itu fee kurator yang diminta sebesar itu tidak wajar," tegas Amir dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (16/2/2013).

Menurutnya, bagaimana mungkin seorang termohon yang tidak pailit kemudian dibebani biaya pengurusan harta pailit dengan persentase dari total aset yang dimilikinya. "Kenapa dia (Telkomsel) harus membayar biaya kepengurusan sebesar Rp146 miliar? Ini sangat berbahaya," tegasnya.

Ditegaskannya, Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus tidak berlaku lagi karena berpotensi memeras perusahaan-perusahaan besar.

"Tidak berlaku lagi. Sudah saya cabut. Saya khawatir ke depan cara-cara seperti ini akan ditiru oleh orang-orang untuk melakukan tekanan kepada perusahaan-perusahaan besar yang dilihat asetnya besar, seperti Telkomsel," kata Amir.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM telah mencabut Keputusan Menteri Kehakiman (Kepmenkeh) Nomor: M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus. Kemudian, pada tanggal 11 Januari 2013 menerbitkan Peraturan Menteri Hukum  dan Hak Asasi Manusia  Nomor  01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan bagi Kurator dan Pengurus.

Masih menurutnya, Telkomsel dimohonkan pailit oleh suatu perusahaan yang mendalilkan mempunyai piutang sekitar Rp 5 miliar, tetapi harus membayar bundel pailit Rp 146 miliar. "Kepmenkeh 1998 disempurnakan dengan Peraturan Menteri Hukum  dan Hak Asasi Manusia Nomor  01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan bagi Kurator dan Pengurus yang berttujuan mencegah penafsiran-penafsiran mengenai perhitungan biaya tersebut. Kalau tidak, lembaga kepailitan ini bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang beritikad buruk," tegasnya.

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Telkomsel Andri W Kusuma menegaskan, kliennya tak akan membayar tagihan fee kurator karena tidak wajar dan cacat hukum.

“Logisnya dimana? Telkomsel dituntut pailit oleh Prima Jaya Informatika untuk yang “katanya” hutang sebesar Rp 5,260 miliar. Di kasasi itu tidak terbukti. Nah, sekarang Telkomsel dituntut membayar fee kurator nyaris 300 kali lipat dari “hutang” yang dipersengketakan itu. Masuk akal tidak?” tanyanya.

Diungkapkan Andri, dalam  Permenkumham yang mengatur tentang imbalan jasa kurator baik No 9/1998 atau No 1/2013 secara jelas diatur tiga hal.

Pertama, perhitungan berdasarkan aset jika pailit benar terjadi. Kedua, jika terjadi perdamaian tetap ada pemberesan dan dihitung 2% dari aset. Ketiga, jika pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK), fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja.

Perbedaan di Permenkumham lama atau baru ini adalah, di aturan lama jika tidak terjadi pailit fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung berdua. Sedangkan di aturan baru jika tidak terjadi pailit fee dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung pemohon.

“Jadi, saya tegaskan, mau pakai aturan lama atau baru sama saja. Hitungannya berdasarkan jam kerja. Bukan nilai total aset,” tegasnya.

(ful)
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

gif animator

Jangan Lewatkan

Popular Posts

Followers

 
Support : Creating Website | SMI Template | Suara Lamongan Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. suara lamongan - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Sentra Media Informatika