Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja optimal menangani perkara korupsi besar seperti Wisma Atlet dan Hambalang. KPK harus mampu menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Koordinator Bidang Politik ICW, Abdullah Dahlan, menyebut penanganan perkara seperti Wisma Atlet dan suap pembahasan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) terlihat mandek. Padahal KPK kata dia bisa membongkar permainan mafia anggaran di Senayan dengan mengusut kasus tersebut.
"Penegakan hukum pada korupsi politik belum maksimal. Menteri aktif diproses cukup diapresiasi. Tapi kasus mafia anggaran DPR hanya di level Wa Ode tapi belum mengungkap aktor-aktor lain, wisma atlet juga. Jadi belum pada konteks menuntaskan," kritik Abdullah dalam paparan catatan akhir tahun ICW di Cikini, Jakpus, Jumat (28/12/2012).
ICW memetakan peran aktor dan modus mafia anggaran. Biasanya politikus menggunakan modus menambah anggaran untuk proyek tertentu termasuk melobi kementerian terkait untuk memberikan proyek kepada perusahaannya atau perusahaan rekanan.
"Termasuk mengarahkan spesifikasi kegiatan atau barang untuk perusahaan tertentu," ujarnya.
Sejumlah kasus mafia anggaran di DPR yang menyeret sejumlah politisi di antaranya suap DPID dengan terpidana Wa Ode Nurhayati, wisma atlet dengan terpidana Nazaruddin, kasus Hambalang yang menjerat Andi Mallarangeng dan suap penggiringan anggaran proyek Kemendiknas dan Kemenpora dengan terdakwa Angelina Sondakh.
"KPK ke depan harus aktif dan lebih ganas lagi dalam menuntaskan korupsi mafia anggaran," imbuh peneliti korupsi ICW Apung Widadi.
Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menyebut aliran duit korupsi anggaran diduga masuk ke kantong partai politik. Potensi korupsi di sektor anggaran sebutnya, dimulai dari proses rancangan anggaran yang disusun anggota dewan.
"Korupsi tidak hanya dilihat dari pelaksanaan tapi by design dari perencanaan," ujar Roy.
KPK Tunggu Data PPATK Soal Rekening Gendut Anggota DPR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menerima laporan hasil analisis (LHA) terhadap 18 anggota Badan Anggaran dan anggota DPR lain yang diindikasikan memiliki rekening gendut. Laporan PPATK tersebut masih ditunggu.
"Sampai hari ini kami belum menerima LHA yang berkaitan dengan disebut-sebut sebagai 18 anggota banggar," kata juru bicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Jumat (28/12/2012).
Menurut Johan, laporan itu memang sebaiknya disampaikan ke penegak hukum. Dengan demikian, KPK bisa melakukan penelusuran lebih jauh terhadap dugaan korupsi di balik kepemilikan rekening gendut tersebut.
Meski begitu, Johan mengaku sudah banya menerima LHA anggota DPR. Termasuk dalam kasus Hambalang.
"Pengkhususan terhadap anggota DPR. Kalau Hambalang itu kita mintakan dari tersangka," tambah Johan.
Dijelaskan Johan, ada dua tipe pelaporan hasil analisis PPATK. Pertama, atas permintaan KPK, kedua dari hasil analisis PPATK sendiri.
"Apakah orang-orang atau perusahaan itu yang bisa diusut oleh KPK. Itu bisa inisiatif, bisa dari KPK. Kalau di KPK permintaan itu selalu berkaitan dengan penetapan tersangka," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua PPATK M Yusuf mengatakan bukan hanya Angie saja yang memiliki rekening gendut. Menurut Yusuf, ada 18 nama lain di Badan Anggaran (Banggar) DPR yang memiliki rekening gendut nan mencurigakan.
"Ada, lebih banyak lagi, yang jelas kita kirim ke KPK 18 nama khusus Banggar, di luar Banggar ada," kata Kepala PPATK M Yusuf.
Menurut Yusuf, PPATK mencatat adanya harta Angie senilai Rp 33 miliar. Jumlah itu tak semua tercatat di transaksi perbankan.
(mad/nwk)
(fdn/mok)




0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !